Header Ads

Budaya Peng Grieg, Sejarah yang Terulang

Ilustrasi By Saiful Paparazi

Peng...peng...peng...peng...peng...peng...peng...peng...peng Grieg!...Grieg...grieg...grieg...peng...peng...peng...peng...peng...peng...peng...grieg...griek...grieg...grieg...peng...grieg!
itu adalah bunyi suara tabuhan rapai yang bertalu talu menyuarakan bunyi kalimat syair di atas.

Rapai adalah sebentuk rebana alat musik tabuh khas dari Aceh terutama pesisir timur Aceh, Alat ini biasanya dimainkan secara bersama sama dalam sebuah kelompok dan bisa dipertandingkan atau istilah lokal dipertunangkan antar group, permainan ini juga bisa diselingi dengan debus. Rapai adalah seni budaya yang sudah mengakar sebagai sebuah hiburan rakyat turun temurun, namun ntah kebetulan atawa kesengajaan antara bunyi dari salah satu irama dalam tabuhan rapai seperti kalimat pembuka di atas dengan kebiasaan kehidupan masyarakat disuatu tempat, budaya mempengaruhi perilaku atau sebaliknya keduanya saling bersinergi.

Peng Grieg bila di indonesiakan sama dengan makna Uang Recehan, lagi ntah kesengajaan atau sekedar kebetulan saja.
Stuasi terkini di aceh memang sedang dilenakan dengan Peng Grieg. Peng Griek itu bisa berupa Dana Otsus serta Bantuan Tunai lainnya. kita dilenakan asyik masyuk dengan dana besar itu dan akan berakhir di 2028 sementara uang sebesar itu tidak lebih besar mamfaatnya ketimbang recehan saja bila sasaran pemanfatannya tidak tepat sasaran dan terukur, bahkan mirisnya cenderung mubajir dan menimbulkan konflik horizontal dimasyarakat, masalah boleh saja tidak terangkat kepermukaan karena kita memang sedang mabuk kepayang khususnya bagi yang dapat akses menikmati kue Peng Grieg itu, namun tentu tidak bagi yang terabaikan dan terpinggirkan karena mereka hanya akan menjadi bangkai bangkai kehidupan bagi kekuasaan zalim.

Dari Pasal 183 UUPA dapat dikemukakan beberapa catatan dan tawaran solusi. Pertama, secara tersirat penguasa (pemegang kekuasaan) otonomi khusus ada pada Pemerintah Aceh. Jika pun benar demikian, kekuasaan ini harus diartikan sebagai kewenangan mengatur, mengelola, mengawasi, dan memantau. Jadi, bukan kekuasaan untuk melaksanakan sendiri melulu sesuai dengan selera provinsi. Kedua, dana otsus harus fokus ditujukan pada 6 (enam) bidang pembangunan, yaitu: infrastruktur, ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, pendidikan, sosial, dan kesehatan. Sehingga, pemanfaatan dana otsus selain dari keenam bidang ini tidak sesuai dengan UUPA. Karenanya, jika ada kasus pelanggaran/kejahatan terhadap hal ini, layak ditindaklanjuti sesuai prosedur hukum keuangan, hukum pidana dan hukum korupsi yang berlaku dengan mengacu pada asas lex superior derogat lex inferior. Ketiga, dana otsus memiliki masa waktu tertentu, sebagaimana ditegaskan dalam ayat (2) Pasal 183 UUPA. Yaitu, berlaku untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun. Untuk tahun pertama (2008) sampai dengan tahun kelima belas (2022) besarnya setara dengan 2% dari plafon Dana Alokasi Umum Nasional (DAUN) dan untuk tahun keenam belas (2023) hingga tahun kedua puluh (2028) besarnya setara dengan 1% plafon DAUN.(Taqwaddin; Pengelolaan Dana Otsus).

Sejarah Yang Terulang

Dahulu ada ceritera dari mulut ke mulut tentang Peng Griek. Di saat Belanda hendak menembus Benteng Benteng pertahanan Aceh, maka mereka menerapakan sebuah strategi dengan melempar Peng Grieg untuk menghilangkan awas bagi penjaga benteng di saat penjaga penjaga benteng berebut Peng Grieg dengan Masyarakat, adalah saat yang tepat bagi Belanda menembus benteng pertahanan dan menaklukkan kota kota, hal ini bukan kisah baru karena di saat musuh bangsa Cina ingin melewati Dinding Tembok Cina supaya dapat menguasai kota kota dan kekuasaan didalamnya, apa yang mereka lakukan adalah cukup dengan menyogok penjaga pintu gerbang saja dan masuklah mereka dengan leluasa.
Persis yang terjadi di Aceh saat Belanda Menembusi benteng benteng kota maka belanda hanya cukup melempar sejumlah koin ke perdu bambu dan saat bersamaan mereka masuk dan menguasai benteng saat pejuang masih sibuk dengan Peng Grieg. Stuasi terkini di Aceh kurang lebih sama, banyak kita sedang terlena dengan peng grieg dan saling bermusuhan dalam memakannya, dan Aceh tetap miskin dari yang termiskin.

Diberdayakan oleh Blogger.